Secangkir Coklat Panas
Sekelompok alumni melakukan reuni, dan kemudian memutuskan untuk pergi mengunjungi profesor favorit mereka yang sudah pensiun. Saat berkunjung, pembicaraan mereka berubah menjadi keluhan mengenai stres pada kehidupan dan pekerjaan mereka.
Profesor itu menyajikan coklat panas pada tamu-tamunya. Ia pergi ke dapur dan kembali dengan coklat panas di teko yang besar dan berbagai macam cangkir: porselen, gelas, kristal, dan lain-lain; sebagiannya bagus dan berharga mahal, akan tetapi sebagian lagi bentuknya biasa saja harganya murah. Ia mengatakan kepada mereka untuk mengambil sendiri coklat panas tersebut.
Ketika mereka semua memegang secangkir coklat panas di tangan mereka, profesor yang bijak berkata, “Perhatikan, semua cangkir yang bagus dan mahal telah diambil. Yang tersisa, hanyalah cangkir yang biasa dan murah. Memang, adalah normal bagi kalian untuk menginginkan yang terbaik. Namun, itu adalah sumber dari masalah dan stres kalian.”
“Cangkir tidak menambahkan kualitas dari coklat panas. Pada kebanyakan kasus, itu hanya menambah mahal, dan bahkan menyembunyikan apa yang kita minum. Apa yang kalian inginkan sebenarnya adalah coklat panas, bukan cangkirnya. Tetapi secara tidak sadar kalian menginginkan cangkir yang terbaik. Lalu, kalian mulai saling melihat dan membandingkan cangkir kalian masing-masing.”
Para alumni terdiam, menyimak nasehat dari profesor.
“Sekarang pikirkan ini: Kehidupan adalah coklat panas. Pekerjaan, Uang, dan Kedudukan adalah cangkirnya. Itu hanyalah alat untuk memegang dan memuaskan kehidupan. Cangkir yang kau miliki tidak akan menggambarkan, atau mengubah kualitas kehidupan yang kalian miliki.”
“Terkadang, dengan memusatkan perhatian kita hanya pada cangkirnya, kita gagal untuk menikmati coklat panas yang telah Tuhan sediakan bagi kita. Tuhan membuat coklat panasnya, tetapi manusia memilih cangkirnya. Orang-orang yang paling bahagia tidak memiliki semua yang terbaik. Mereka hanya berbuat yang terbaik dari apa yang mereka miliki.”
Profesor itu berhenti sejenak, menghela nafas, lalu melanjutkan, “Hiduplah dengan sederhana. Bermurah hatilah. Perhatikanlah sesama dengan sungguh-sungguh. Dan akhirnya, silakan nikmati coklat panas kalian.”
Courtesy of Pengusaha muslim
Minggu, 26 Agustus 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ya, mengena sekali. pesannya dapet. siip.
BalasHapuso.O
Hapuskena dimana toh mas?
Nasehat yang sangat bijak dengan kata khiasan... Tentu seorang yg hebat profesor tersebut tentunya ya..
BalasHapusyup, profesornya bijak u.u
Hapuswah artikel yg luar biyasa, thanks sob :)
BalasHapussama sama u.u
Hapusehm. bener juga, saya mau menikmati coklat panas kehidupan bang. tapi entar klo ente punya uang, mending di kasih kesaya aja ya, kan ente ga mau cangkirnya. heheheh. motifasi yang luar biasa bang. :D
BalasHapusjiah, saya juga lagi berjuang cari duid nih u.u
Hapusbuat kawin nanti xD
"cangkir tdak menambah kualitas dari cokelat panas, itu hanya membuatnya menjadi mahal" memang ya, terkadang kita itu lebih memandang 'cangkirnya' daripada menikmati'cokelatnya'. Saya dapatkan pesannya Bang! :)
BalasHapusyup, tepat pesannya ...
HapusIf only i cud read what you wrote..but great coffee photo~!
BalasHapusumm, maybe you can use translate.google.com :D
HapusNgomomgin soal Coklat wah saya juga suka. Mulai dari susu coklat, coklat susu, sampai pada coklat meses yang buat roti itu. Hiehiehiehieie. Mantap Sob
BalasHapusgubrak ....
HapusIni cuma analogi mas hahaha
Sangat menarik sekali, intinya pandailah bersyukur dan berfokus dan nikmatlah apa yang telah dimiliki. Pastinya terus berusaha untuk menuju ke hal yang lebih baik lagi. Hidup itu indah.
BalasHapusya, hidup itu indah ...
HapusTerkadang kita sendiri yang membuat itu ribet :)
bener juga terkadang yang biasa aja dapat terlihat begitu mahal dan ebaliknya
BalasHapusterimaksih postingannya :)
sama sama :)
Hapus